Jumat, 25 Juli 2008

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat


Karaton Kasultanan Jogyakarta

Sampai daerah divisi disetujui dalam Perundingan Gijanti, kerajaan Mataram yang didirikan Pangeran Senopati pada tahun 1587, merupakan kekuatan yang dominan di Jawa Tengah. Kerajaan Mataram berpindah lokasi beberapa kali selama pemerintahan Senopati dan keturunannya, dan pada tahun 1745 berada di Surakarta (Solo)

Sebagai kelanjutan dari pertikaian yang terjadi di antara pemerintah Surakarta, Pakubuwono III dan paman tirinya, Pangeran Mangkubumi, pemerintah Belanda menengahi dengan menyetujui perjanjian yang isinya mengangkat Mangkubumi sebagai pemimpin kerajaan terpisah, tetapi memiliki kekuasaan yang sama, yang berpusat di Yogyakarta. Mangkubumi, yang memakai gelar Hamengkubuwono I, pada tahun 1756, membangun istana yang besar bernama Ngayogyakarta Hadiningrat.

Kraton berada di lokasi yang sangat luas, yang karena luasnya dapat digambarkan sebagai kota tertutup. Selain ada bnagunan di dalamnya, daerah ini dikelilingi oleh dinding yang kokoh seperti benteng dan dibangun pada tahun 1785, untuk daerah yang tertutup tersebut dibangun tempat para pegawai kerajaan, abdi dalem, para keluarga bangsawan lainnya yang kurang terkenal di lingkungan kraton. Tempat ini sekarang terdiri atas desa-desa di dalam kraton tempat berpangkalnya seniman dalam gang-gang sempit yang berprofesi sebagai pembuat batik dan pelukis.

Kraton terdiri atas beberapa bangunan, dinding, da taman, yang tersusun dari utara ke selatan dan mempunyai alun-alun di kedua akhir bangunan. Pendopo utama dan ruang singasana, bangsal kencono, yang terletak di tengah kraton, mempunyai atap joglo, yang disangga oleh tiang berukir. Di belakang Pendopo terdapat Bangsal Proboyekso tempat disimpannya benda pusaka kraton. Di seberang Bnagsal Proboyekso terdapat tempat keluarga kerajaan, yang didiami oleh Sultan yang sekarang. Tempat ini tertutup untuk umum. Kesantrian, tempat tinggal pangeran pangeran yang belum menikah, terletak di bangunan yang laus di belakang kandang kuda.

Di belas tempat kereta kraton, yang terletak di pinggir taman utama, terdapat koleksi kereta-kereta kerajaan dan kendaraan lain yang ditarik kuda, termasuk kereta jenasah kerajaan yang terbuat dari kaca. Koleksi peralatan kerajaan yang lengkap dan benda-benda kraton, yang terdapat di Musium Sono Budoyo di sudut barat laut dari alun-alun utara, dibangun pada tahun 1935 oleh Hamengkubuwono VIII. Di bagian barat alun-alun terdapat Mesjid Ageng, yang dibangun pada tahun 1773.

Di taman utama kraton terdapat pasir hitam dari pantai selatan Jawa, yang dotaruh untuk menghormati Nyai Loro Kidul, Raty Laut Selatan, yang izinnya dianggap prasyarat untuk membangun kraton. Hubungan dengan Nyai Loro Kidul ini terlihat lebih jelas di bangunan Taman Sari, yang dibangun oleh Hamengkubuwono I sebagai taman yang nyaman untuk tempat beristirahat.

Taman Sari adalah taman yang sangat luar biasa menariknya, terdiri dari beberapa kolam renang yang merupakan jalan menuju terowongan bawah tanah yang diatasnya tersdedia tempat untuk berjalan kaki. Sebagian lokasi ini telah diperbaiki, tetapi tanpa diisi. Dahulunya taman ini mempunyai kebun-kebun dengan bunga-bunga wangi, beberapa air mancur, dan bunga yang terdapat di jambangan besar yang terbuat dari batu. Taman Sari, selain dibuat untuk tempat beristirahat, dan tempat Sultan bercengkrama dengan istri atau selirnya, juga dibuat sebagai tempat di mana setiap tahun digunakan untuk memperbaharui mandatnya dalam menjalankan pemerintahannya, yaitu dengan cara melakukan hubungan perkawinan secara mistik dengan Nyai Loro Kidul. Ruang tempat pertemuan ini dilakukan masih dapat dilihat, tetapi karena percaya adanya kekuatan spiritual, tempat ini dilarang difoto.

Kraton Yogyakarta sangat luas dan banyak hal yang menarik, tetapi jika semua diuraikan secara menyeluruh dibutuhkan buku yang sangat tebal. Sangat beruntung kraton mempunyai sistem organisasi yang baik sehingga pemandunya dapat memberikan penjelasan dalam beberapa bahasa yang sangat informatif mengenai perkembangan sejarah kraton secara lengkap baik mengenai masalah arsitektur maupun mengenai isinya.

Kraton Yogyakarta adalah bangunan yang bukan saja terbesar dari empat istana yang berada di Jawa Tengah, tetapi juga yang terkaya dalam hal materi maupun kebudayaan. Karena peranan yang penting dari Hamengkubuwono IX dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia, sejak tahun 1945 Kraton Yogyakarta mendapat status kehormatan. Oleh karena itu, kota tempat sendirinya kraton ini disebut Daerah Istimewa Yogyakarta. Kehidupan di dalam kraton masih berlanjut terus sejak beberapa rarus tahun silam. Ditempat ini hampir ribuan pegawai istana masih melayani segala sesuatu yang diperlukan oleh rumah tangga kerajaan.(www.keratonsurakarta.com)

Kamis, 24 Juli 2008

ADAT ISTIADAT KERATON NGAYOGYAKARTA



ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA YOGYAKARTA
Oleh ; R.M. Dinusatomo

Bila kita membahas ini, akan terpusat pada adat istiadat dan budaya yang ada di Kraton Yogyakarta yang merupakan pusat budaya Yogyakarta khususnya.
Pada perjanjian Giyanti tahun 1755 yang secara politis terbelahnya kerajaan Mataram menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, juga menyangkut perjanjian budaya antara Sunan Paku Buwono III dengan Sultan Hamengku Buwono I, yaitu antara lain bahwa Kasultanan Yogyakarta tetap melestarikan budaya Mataram Islam , sedangkan Surakarta mengadakan modifikasi meski masih berpijak pada budaya Mataram Islam. Adapun yang akan kita bahas di sini adalah tentang upacara adat dan budaya di Kraton Yogyakarta, yang terdiri atas:
1. Upacara Inisiasi, yang terdiri atas:
a. Parasan
Yaitu upacara potong rambut yang pertama kali bagi seorang putera sultan. Dilakukan saat bayi berumur selapan (35) hari.
Perlengkapannya a.l.: sajen-sajen, air dengan bunga setaman, handuk, sabun, alat cukur, dan pakaian bayi.
Jalannya upacara :
Setelah semua perlengkapan siap di tempat upacara, Sri Sultan hadir dan duduk di atas kasur (Palenggahan Dalem), kemudian memerintahkan kepada kyai pengulu untuk memulai do’a bagi putera sultan yang akan di cukur. Setelah do’a selesai, segera Sri Sultan mencukur rambut puteranya, dilanjutkan oleh ibunya hingga selesai. Rambut selanjutnya ditanam, setelah itu, bayi segera dimandikan dengan air bunga dan diberi pakaian yang bagus, dan upacarapun selesai.

b. Tedhak Siten
Yaitu upacara menginjak tanah yang pertama kali. Dilakukan bila anak berusia 7,8, atau 9 bulan bila anak sudah mulai berdiri.
Perlengkapannya a.l.: sajen-sajen, air bunga setaman, handuk, sabun, alat mandi, tangga (ondho) dari pohon tebu, alat-alat tulis, uang, mainan, yang semua ini diletakkan di dalam kurungan (sangkar) yang khusus dan dihias dengan bunga.
Jalannya upacara :
Setelah Sri Sultan hadir, segera upacara di mulai dari do’a kyai pengulu. Selesai do’a, anak beserta emban (Inang Pengasuh) masuk dalam kurungan. Anak dibimbing untuk memilih benda-benda yang ada di dalam kurungan. Bila anak memilih uang, ia dianggap kelak akan menjadi orang kaya. Kemudian sianak dibimbing untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu. Selanjutnya si anak di mandikan dengan air bunga. Setelah selesai, ibu dari si anak menyebar udhik-udhik, yaitu berupa uang logam dan beras kuning.
Terkadang upacara ini dilanjutkan dengan upacara Panggangan, yaitu anak menarik pisang saja dengan jumlah lirang genap bertongkatkan ayam (ingkung) yang disunduk sebagai teken saat berjalan yang pertama.

c. Supitan
Yaitu upacara sunatan
Perlengkapannya a.l.: krobongan (ruang berbentuk segi empat ditutup dengan kain sutra putih yang didalamnya ada sebuah kursi dan sajen-sajen). Pakaian: kepala dengan songkok (bagi putera permaisuri) atau puthut, baju bludiran tanpa lengan, kamus dan timang, kain pradan.
Jalannya upacara :
Setelah segalanya siap, Sri Sultan memerintahkan kepada Narpa Cundhaka (ajudan) untuk memanggil putera yang akan disunat. Dengan dibimbing oleh seorang Pangeran dan beberapa orang pembawa alat perlengkapan yaitu kebut, ode kollonye, sapu tangan, minum dan cengkal perak, ia langsung masuk kedalam krobongan untuk disunat. Namun sebelumnya ia di do’akan terlebih dahulu. Begitu disunat, dihormati dengan bunyi gamelan Kodhok Ngorek. Setelah selesai ia langsung caos bekti (sungkem) kepada Sri Sultan. Setelah sungkem ia kembali ke Kasatriyan untuk beristirahat. Dan upacara selesai.

d. Tetesan
Yaitu upacara sunatan bagi perempuan. Dilaksanakan setelah menempuh usia 8 tahun.
Perlengkapannya a.l.: 2 buah krobongan, sajen-sajen, perlengkapan mandi dan pakaian kebesaran.
Jalannya upacara :
Setelah segala perlengkapan siap, Sri Sultan hadir dan memerintahkan kyai pengulu untuk mendo’akan puteri yang akan disunat. Usai berdo’a, puteri dibopong oleh seorang emban masuk dalam krobongan dan di sunat oleh seorang bidan. Setelah selesai lalu ia dimandikan di krobongan yang lain dengan air bunga serta dirias dengan busana berkain sabuk wala pradan. Selanjutnya ia caos bekti (sungkem) kepada Sri Sultan.

e. Tarapan
Yaitu upacara yang diadakan saat puteri menstruasi pertama.
Perlengkapannya a.l.: krobongan, sajen-sajen, perlengkapan mandi, dan busana.
Jalannya upacara :
Setelah semua siap, Sri Sultan Hadir dan menyuruh kyai pengulu untuk berdo’a. Puteri dimandikan dalam krobongan dengan air bunga. Setelah selesai ia dirias dengan menggunakan pakaian kebesaran berupa pinjungan dengan kain batik pradan. Selanjutnya ia sungkem kepada Sri Sultan, dan upacarapun selesai.

f. Perkawinan
Upacara yang berhubungan dengan perkawinan dilakukan selama beberapa hari, dimulai dengan :
· Upacara Nyanti: calon menantu Sri Sultan masuk ke Kraton untuk di sangker (karantina). Bagi pria menginap di Dalem Kasatriyan dan wanita di Emper Bangsal Prabeyaksa.
· Hari berikutnya diadakan Upacara Siraman: memandikan calon pengantin. Bagi pria bertempat di Gedhong Pompa Dalem Kasatriyan dan wanita bertempat di kamar mandi Dalem Sekar Gedhatonan.
· Malam harinya di adakan Upacara Midadareni. Pada malam ini bagi calon mempelai wanita di adakan Upacara Tantingan, yaitu menanyakan kepada calon mempelai wanita apakah sudah siap melaksanakan Upacara Pernikahan dengan calon suaminya. Bagi puteri Sri Sultan yang melakukan penantingan adalah Sri Sultan sendiri. Sedangkan bagi calon mantu Sri Sultan yang melakukan adalah orang tuanya sendiri.
· Pagi harinya diadakan Upacara Akad Nikah di Masjid Panepen.
· Siang harinya diadakan Upacara Panggih yang berlangsung di Tratag Bangsal Kencana dengan pakaian kebesaran pengantin corak basahan. Selesai upacara ini diadakan Upacara Pondhongan (Bila menantu Sultan itu pria).
· Sore harinya diadakan Upacara Kirab mengelilingi benteng.
· Malam harinya diadakan Upacara Resepsi.
· Pagi harinya diadakan Upacara Pamitan: yaitu kedua pengantin pamit kepada Sri Sultan Untuk pulang ke rumah pengantin pria, di luar Kraton.

2. Siraman Pusaka
Yaitu Upacara membersihkan segala bentuk pusaka yang menjadi milik Kraton. Diadakan setiap bulan Suro pada hari Jum’at Kliwon atau Selasa Kliwon dari pagi hingga siang hari. Biasanya dilakukan selama dua hari. Adapun bentuk pusaka yang dibersihkan antara lain: tombak, keris, pedang, kereta, ampilan (banyak dhalang sawunggaling), dan lain-lain.
Pusaka yang dianggap paling penting yaitu: tombak K.K. Ageng Plered, keris K.K. Ageng Sengkelat, kereta K. Nyai Jimat. Khusus Sri Sultan membersihkan K.K. Ageng Plered dan Kyai Ageng Sengkelat, setelah itu selesai baru pusaka yang lain dibersihkan oleh para Pangeran, Wayah Dalem dan Bupati.

3. Ngabekten
Yaitu Upacara Sungkem dari para kerabat Kraton Yogyakarta. Upacara ini diadakan setiap bulan syawal bersamaan dengan perayaan Idul Fitri. Upacara ini dilaksnakan selama dua hari. Sri Sultan menerima permohonan ma’af dari para kerabat Kraton yakni para Bupati, Pangeran, Tentana Dalem (wayah, buyut, dan canggah) kaji, dan wedana. Upacara ini dilaksanakan di Bangsal Kencana dan di Emper Bangsal Prabayeksa. Untuk para pangeran, bupati, pengulu dan kaji serta wedana dilaksanakan di Bangsal Prabayeksa Kencana. Untuk para sentana dalem pria di Emper Bangsal Prabeyaksa. Untuk sentana dalem perempuan di Tratag Bangsal Prabeyaksa.

4. Sekaten
Perayaan sekaten diadakan pada bulan Maulud atau bulan Robiul Awal, dalam rangka memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW, dilangsungkan selama 6 hari berturut-turut, dimulai tanggal 6 s.d. 12 bulan Maulud. Dalam perayaan sekaten ini dimainkan dua perangkat gamelan pusaka yang dikenal dengan nama K.K. Gunturmadu dan K.K. Nagawilaga atau juga disebut K.K. Sekati.
Sementara itu di alun-alun utara diadakan keramaian dengan berbagai pertunjukkan hiburan dan pameran..
Pertama-tama gamelan sekaten dibunyikan di Bangsal Ponconiti, kira-kira jam 00.00 WIB kedua gamelan diusung ke Masjid Besar sebelah barat alun-alun dan diletakkan di Bangsal Pagengan sebelah utara dan selatan. Dan selanjutnya gamelan tersebut ditabuh setiap hari kecuali hari jum’at.

Pada tanggal 12 Rabiul Awal, Sri Sultan hadir di Masjid Besar langsung menuju ke tempat gamelan dan menyebar udhik-udhik kearah gamelan dan masyarakat yang hadir di situ. Kemudian Sri Sultan masuk ke Masjid Besar untuk mendengarkan riwayat Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh K. Pengulu. Tepat pada pukul 00.00 Sri Sultan kembali ke Kraton. Sepulangnya beliau, gamelan sekaten juga dikembalikan ke dalam Kraton.
Pada pagi harinya diadakan Upacara Grebeg. Pada upacara ini dikeluarkan Gunungan dari Keraton yang di bawa ke Masjid Besar dan ke Pakualaman. Gunungan ini terdiri dari Gunungan Jantan, Betina, Darat, Pawuhan, Gepak, dan Kutuk. Pada grebeg Maulud tahun Dal, semua gunungan itu dikeluarkan.


5. Labuhan
Upacara ini diadakan setiap peringatan Jumenengan Dalem ke Parangkusumo.

6. Busana
Di dalam Keraton Yogyakarta berlaku suatu peraturan secara turun temurun apabila mereka masuk Kraton, yaitu:

a. Bagi Perempuan
Berkain wiron, berangkin (kemben) yang dikenakan dengan cara ”ubet-ubet”, gelung tekuk, tanpa baju dan tanpa alas kaki.

b. Bagi Laki-laki
Berblangkon, baju pranakan, kain batik dengan cara wiron engkol, berkeris (Bagi yang berpangkat bekel ke atas), dan tanpa alas kaki.
Pakaian tersebut di atas digunakan sehari-hari. Bila ada acara, mempunyai aturan tersendiri, berlaku bagi kerabat keraton, dan tidak berlaku bagi wisatawan.

7. Bahasa
Di dalam Kraton Yogyakarta bahasa sehari-hari yang digunakan disebut bahasa bagongan atau bahasa kedhatonan. Terdiri dari 11 (sebelas) kata, yaitu:
- Henggeh artinya inggih atau iya.
- Mboya artinya mboten atau tidak.
- Menira artinya kula atau saya.
- Pekenira artinya panjenengan atau kamu.
- Punapi artinya punapa atau apa.
- Puniki artinya punika atau ini.
- Puniku artinya punika atau itu.
- Wenten artinya wonten atau ada.
- Nedha artinya mangga atau mari.
- Besaos artinya kemawon atau hanya.
- Seyos artinya sanes atau lain.
Bahasa ini mulai berlaku sejak pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang memerintah Kerajaan Mataram tahun 1612 -1645, dan dilanjutkan Sultan Hamengku Buwono I yang memerintahkan Kraton Yogyakarta tahun 1755. Bahasa ini berlaku bagi kerabat kraton bila di dalam Kraton. Mereka berbahasa Krama Inggil khusus hanya kepada Sultan saja, dan Sultan berbahasa Ngoko pada semua kerabat, kecuali pada saudara Sultan yang lebih tua digunakan bahasa Krama Inggil.

8. Tata Krama
Di dalam Kraton terdapat suatu tata cara yang khusus pula. Sembah hanya diberikan kepada Sri Sultan saja. Bila kita hendak melaksanakan suatu tugas selalu di dahului dengan sembah dulu.begitu pula apabila kita dari duduk hendak berdiri.
Di dalam keraton semua kerabat Kraton dianggap sama, terbukti dari bahasa yang digunakan sehari-hari yakni bahasa bagongan. Sehingga tidak ada perbedaan antara yang berpangkat tinggi ataupun rendah, serta abdi dalem dan pangeran.
Di dalam Kraton terbagi atas dua bagian yaitu bagi perempuan di Kaputren dan bagi laki-laki di Ksatriyan. Batas ini diaktualisasikan dengan adanya Regol Manikantaya.

Demikian sekilas yang dapat diutarakan tentang Upacara Adat dan Adat Istiadat yang ada di Kraton Yogyakarta secara garis besar. Semoga dapat menambah pengetahuan saudara. Mohon ma’af atas segala kesalahan dan terima kasih atas perhatiannya.



Prosesi Upacara GKR. Maduretno dan KPH Purbodiningrat












ADAT ISTIADAT PERNIKAHAN KERATON YOGYAKARTA




Upacara Perkawinan  Adat Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada perkawinan GKR Meduretno dan KPH Purbodiningrat
adalah sebagai berikut:

Hari 1. Calon pengantin putra dalam hal ini Jun Prasetya atau Kandjeng Raden Tumenggung Purbodiningrat yang kemudian bergelar kandjeng Pangeran Harya Purbodiningrat masuk ke keraton dengan di jemput oleh KPH Wiranegara dan para Gusti dan Bendara, untuk memasuki keraton yang kemudian menuju bangsal Ksatriyan untuk di sengker, proses ini biasa disebut nyantri. Sedangkan calon pengatin puteri Gusti Raden Ajeng Nurkamnari Dewi atau Gusti Raden Ayu Nurkamnari Dewi selanjutnya bergelar Gusti Kandjeng Ratu Maduretno dijemput oleh GKR Pembayun dan GKR Candrakirana serta para Gusti dan Bendara dan diiringi abdi dalem keparak menuju bangsal Keputren untuk menjalani sengker, seperti halnya calon pengantin putera.
Beberapa saat kemudian di bangsal kemaganggan berkumpul abdi dalem golongan prajurit reh kaprajan dan punakawan yang nantinya akan memasang tetuwuhan dan bleketepe yang akan d pasang ke 13 pintu dan regol yang ada di keratondan yang melaksanakan pemasangan bleketepe adalah adik Sri Sultan Hamengku Buwono X yaitu KGPH Hadiwinoto yang didampingi olah GBPH Yudhaningrat, GBPH Prabukusumo, GBPH Joyokusumo, dan para Gusti lainnya, dalam waktu yang sama dibangsal keputren sekelompok abdi dalem menghadap ke GKR Hemas untuk menerima titah agar mempersiapkan upacara siraman. Siraman Puteri dilaksanakan di bengsal sekar Kedathon Kompleks Keputren dan putera di bangsal pompa dalem yang terletak di kompleks Bangsal Ksatriyan. setelah menerima titah dari GKR Hemas kelompok pertama berangkat menuju bangsal Sekar Kedathon bersama calon pengantin puteri yang di iringi oleh para Gusti dan bandara.
 
Didalam adat keraton kasultanan yogyakarta yang bertugas memandikan mempelai adalah para wanita yang berjumlah 7 dan air yang di gunakan berasal dari 7 
sumber mata air yang ada dikeraton. Setelah selesai 
dimandikan Mapelai dibawa ke bangsal ksatriyan, sedangkan itu GKR hemas bersama rombongan menuju Gadong Pompa Dalem untuk memandikan mempelai putera. Setelah mempelai putera selesai d mandikan GKR Hemas dan rombongan menuju ke bangsal Keputren untuk melanjutkan upacara Kerik atau memcukur bulu roma yang ada disekitar dahi mempelai puteri.

Setelah upacara Kerik selesai GKR Hemas melaporkan kepada Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X bahwa upacara telah dilaksanakan.
Malam harinya setelah midodareni ............Ngarso dalem Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kandjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Ngabdulrachman Syaidin Panatagama Khalifatullah Jumeneng kaping X ing Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat berkenan hadir untuk melaksanakan upacara Tantingan. Sultan Hamengku Buwono X mengenakan busana taqwa warna biru dengan motif ceplok bunga, blangkon biru dan mengenakan kain batik motif ceplok parang rusak barong dan sebilah keris dipinggang didampingi GKR Hemas yang mengenakan konde ukel gulung tekuk, sumekan sutra berbalut kebaya dan seretan dengan motif kain betik yang sama dengan Sultan. Dibelakan Sri Sultan dan GKR Hemas adalah putri ke 4 dan ke 5.
Jalannya Upacara Tantingan di awali oleh hadirnya Sultan di Tratag Bangsal Proboyekso kemudisn duduk lesehan menghadap ke timur dan GKR Hemas serta puteri yang masih perawan duduk disamping kiri(utara) menghadap ke selatan, sedangkan mempelai puteri GKR Maduretno berjalan masuk ke tratag bangsal Proboyekso dengan cara jongkok dan di dampingi oleh GKR Pembayun dan GKR Candrakirana serta para Gusti dan Bandara yang semuanya adalah kakak dan adik perempian sultan. Setelah semua hadir sultan menitahkan Kyai Penghulu, abdi dalem pamethakan dan abdi dalem ketip untuk memasuki tratag bangsal proboyekso dan mereka dipersilakan duduk disebelah kiri(timur) permaisuri sultan. Akhirnya semua siap, sultan pun memulai
sultan: "sira Gusti Kandjeng Ratu Maduretno?"
GKR. Maduretno: "sendika"
sultan: "apa sira mantep rabi karo KPH Purbodiningrat?"
GKR. Maduretno: " Inggih kawulo mantep"
Setelah selesai sulyan menitahkan kepada kyai penghulu untuk mendo'akan kedua mempelai yang kemudian dilanjutkan dengan sugkem kepada sultan. Setelah semua selesai sultan pun bergegas menuju keraton kilen beserta permaisuri dan adik-adik dari mempelai Puteri. GKR Maduretno dan para pengiringnya pun kembali ke bangsal keputren. Setelah beristirahat sejenak di keraton kilen sultan berkenan mengunjungu mempelai putera di kompleks ksatriyan kalangan keraton yogykarta biasa menyebut denga prosesi tilik nitik.

 

Ngarso dalem didampingi GKR Hemas, KGPH Hadiwinoto, GBPH Joyokusumo, GBPH Prabukusumo, GBPH Yudhaningrat, GBPH Cakraningrat, GKR Pembayun, GKR Candrakirana, GBRAy Murdhakusumo GBRAy Riyokusumo, KRT Danu Kusumo, KRT Pujakusumo dan masih banyak lagi unuk menuju kompleks bangsal ksatriyan guna menejenguk calom mantu. Seletah memasuki bangsal ksatriyan sultan disambut dengan irama gamelan Kandjeng Kyai Guntursari dan kemudian memasuki ndalem ksatriyan guna menemui calon mantu KPH Purbodiningrat yang pada saat itu sedang di apit oleh KPH Wiranegara dan KRT Jatiningrat serta ditemani keluarga dari mempelai putera dan mempelai puteri. disana Ngarso dalem menanyakan keadaan memepelai pria dan sedikit menggodanya dan dilanjutkan memeriksa beberapa kamar yang nantinya akan digunakan untuk upacara dahar klimah dan tampa koyor. Setelah memeriksa semuanya Sri Sultan hamengku Buwono X dan GKR Hemas menanyai mempelai putera apakah meu menitipkan sesuatu untuk sang calon istri? dengan menyembah KPH Purbodiningrat segera berdiri dan kemudian memetik setangkai bunga Anggrek bulan yang ada dibelakangnya kemudian diberikan kepada GRAj. N. Vijareni guna disampaikan kepada calon isteri yang ada di bangsal keputren. Sesudah merasa cukup Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Hemas dan para Gusti dan Bendara meninggalkan mempelai putera untuk menuju bangsal Keputren guna menjenguk mempelai puteri. Kemudian beristirahat di keraton kilen, sekaligus mempersiapkan diri untuk mennikahkan puterinya esok pagi di masjid panepen.

 

Hari ini Ngarso Dalem ingkang sinuhun Kandjeng Sultan Kaping X menikahkan puteri ke 3 GKR Maduretno, prosesi ijab kabul secara lengkap sebagai berikut:
tepat pukul 06.00 di keraton yogyakarta kagungan ndalem masjid panepen akan menjadi saksi yang ke sekian kali dalam pernikahan yang anak raja. Ngarso dalem kaping X hadir di masjid panepen dengan di dampingi oleh GBPH Joyokusumo serentak seluruh abdi dalem keraton yogykarta menghaturkan sembah dengan cara berjongkok dengan tangan menyembah. Penghulu keraton KRT. H achmad Kamaludiningrat bangkit dan mengucapkan salam "assalamualaikum WR. WB"  Sri Sultan pun membalas salam "wallaikumsalam WR. WB"kemudian Sri sultan duduk menghadap timur di sebalah kananbaginda ada GBPH Joyokusumo dan kiri para abdidalem Ulama keraton. Persiapan mempelai putera telah usai, kemudian mempelai putera dan rombongan keluar guna menuju masjid panepen, dengan melewati regol gapura, regol donopertopo dan kemudian masuk kompleks masjid panepen. Yang ikut dalam rombongan mempelai putera molai dari yang paling depan antara lain KGPH Hadiwinoto, GBPH Yudhaningrat, GBPH. Prabukusumo, GBPH Cokroningrat  yang mengapit mempelai putera adalah KPH Wiranagara dan KRT DanuKusumo dan disusul anggota keluarga manten putera. Setelah memasuki masjid panepen rombongan punmenempatkan diri. Ngarso dalem mengenakan busana ageman taqwa pethak sembagi jambon jarik teruntun

Selasa, 22 Juli 2008

Hamengkubuwana IV

Hamengkubuwana IV (also spelled Hamengkubuwono IV, April 3, 1804 - December 6, 1822) is the fourth sultan of Yogyakarta, reigning from 1814 to 1822.
His reign was a period of political deterioration that ultimately led up to the
Java War. Upon his premature death, rumors circulated that he had been poisoned. His three-year-old son, Hamengkubuwana V, ascended the throne amid controversy over who would act as regent.

Hamengku Buwono I

Hamengkubuwono I, born Raden Mas Sujana (d. 1792), was the first sultan of Yogyakarta. Sujana, the Crown Prince, was known as Prince Mangkubumi prior to becoming sultan of Yogyakarta Sultanate. As a son of Sultan Sunan Prabu of Mataram Mataram ruler, and brother to Prince Heir Apparent Pakubuwono II of Surakarta a dispute arose concerning Succession to the Mataram throne. Prince Mangkubumi challenged brother Pakubuwono II who was aided by the Dutch East India Company seeking a more pliant VOC puppet as Central Javanese king. The war that eventuated was known as the Third Succession War in Mataram.
During the war Prince Mangkubumi was aided by brilliant legendary army commander-in-chief Raden Mas Said who fought in a highly effective strategic manner. Mangkubumi won decisive battles at Grobogan, Demak and Bogowonto River. During the War in 1749, Pakubuwono II died and the Crown Prince Mangkubumi became Sultan. At the Battle of Bogowonto River in 1751, the Dutch Army under De Clerck was destroyed by Mangkubumi’s forces. Raden Mas revolted in dispute with Prince Mangkubumi. The Succession War and revolt of Raden Mas Said ended when the Gyanti Treaty of 1755 Giyanti Treaty, signed in Giyanti- an area east of Surakarta (capital of Matarm Empire) Raden Mas Said was granted Royal Appenages and the title Mangkunegara.


According to the Giyanti Treaty, Mataram was firstly divided into two kingdoms, Surakarta with Pakubuwono III as ruler, and Yogyakarta Sultanate with Prince Mangkubumi as sultan with the title Sri Sultan Hamengkubuwono I Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama Kalifatulah. Yogyakarta became capital and a new palace was built with a magnificent water palace in the west of his grounds Taman Sari.
Sultan Hamengkubuwono died in 1792 and was interred in the Royal cemetery of Astana Kasuwargan in Imogiri. He was succeeded by Hamengkubuwono II, his son.

Minggu, 13 Juli 2008

Tour Guide Yogyakarta



Kami Ar Two Art juga menyediakan peket wisata

PAKET WISATA

Paket 1 : jalan2 malem Jeron Benteng Trip malem jam 20.00

Benteng Vredeburg – Taman Budaya – Wijilan – Bangsal Kemagangan – Bangsal Kamandungan – Alun-alun Kidul – Taman Sari – Pulo Kenongo – Roto Wijayan – Masjid Gede

Fasilitas: Slayer, booklet, snack, drink

Harga : Rp. 25.000/org (minimal 5 orang)

Paket 2 : Museum Trip pagi jam 8.00

Museum Diponegoro – Sudirman – Puro Pakualaman – Museum Vredeburg – Sono Budoyo – Kraton Sitinggil – Museum Kereta – Museum Batik

Fasilitas: Slayer, booklet, snack, drink, postcard, gantungan kunci

Harga : Rp. 35.000/org (minimal 5 orang)

Paket 3 : Couples Trip bebas

Gala Dinner dengan iringan Traditional Dance

Fasilitas: Slayer, booklet, snack, drink, postcard, gantungan kunci, kaos

Harga : Rp. 75.000/org (minimal 5 orang)

Paket 4 : Bike Trip bebas

Kasongan – Kota Gede – Imogiri – Museum Ling. Batik – Belajar membantik – Kembali ke Kota Jogja

Fasilitas: Dinner ala kraton Yogyakarta

Harga : Menyesuaikan dengan menu dinner

Paket 5 : Wisatawan dapat memilih sendiri tempat wisata yang akan di kunjungi. Kami siap mengantar.

Fasilitas: Menyesuaikan

Harga : Menyesuaikan


Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi kami

Joanna (081227184987)

Email : artwoart@yahoo.co.id

Ar Two Art

Art Two Art
Adalah sebuah wadah penyaluran hobby dah expresi diri dalam bidang Bisnis, Kebudayaan, Jasa, dan Kerajinan tangan. Pada awalnya Art Two Art hanyalah sebuah ide bagaimana cara mendapatkan penyaluran hobby tanpa merasa dalam pekarjaan atau beban, dalam kata lain adalah berekspresi. Setelah kami berpikir kami pun memutus kan untuk mengubah hobby yang tidak menghasilkan apa-apa menjadi sebuah pekerjaan yang meyenangkan.
adapun kegiatan Art Two Art bergerak dalam bidang, antara lain:
1. Jasa Wisata yang kami beri nama Trip Van Jogja, dengan sasaran Wisatawan Domestik dan Asing. Dalam memberikan Pelayanan jasa Wisata kami lebih menitik beratkan pada pengenalan Budaya, khususnya Kebudayaan Kasultanan Ngyogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualam , Daerah Istimewa Yogyakarta pada Umum nya.
2. Pakaian Modern dan Tradisional, kami berusaha mengenalkan desain baru dalam hal Fashion.
3. Warung Makan"Lintjak", kami mendirikan lintjak bertujuan menyediakan tempat untuk para pecinta Budaya dan Fashion khusus nya Urban Art sebagai tempat bertukar pikiran dan berekspresi.